MENELUSURI JEJAK KEDATANGAN ALKITAB
DI PULAU KISAR
P e n u l i s : Pdt.
Musa Haisoo, STh. (Gembala Sidang GBI Tulungagung)
E d i t o r :
Seigrits A. N. Ratusehaka,S.Sos ([1]Wartawan
Koran Bogor Com)
PENDAHULUAN
Jejak kedatangan Alkitab di pulau Kisar tidak dapat dilepaskan
dari sebuah cerita rakyat (“legenda”) dari masyarakat Oirata. Konon, di zaman
VOC, sebuah kapal VOC merapat di pantai Kiasar, dan itulah kedatangan pertama
orang Belanda di pulau ini. Pantai Kiasar merupakan bagian dari wilayah petuanan
Desa Oirata, sebuah pantai kecil yang terletak di pesisir selatan pulau Kisar.
Menurut cerita, nama “Kisar” untuk pulau ini berasal dari nama “Kiasar”
tersebut. Penamaan ini dilakukan oleh orang Belanda. Sedangkan nama asli dari
pulau ini adalah Yotowa (dalam bahasa Oirata) atau Yotowawa (dalam bahasa
Meher).
Kedatangan kapal VOC itu disambut oleh dua orang tokoh masyarakat Oirata, yakni Horsair dan Mutasair. Konon, ketika Horsair dan Mutasair ini naik ke kapal VOC, kapal tersebut tiba-tiba saja menjadi miring dan nyaris tenggelam. Hal ini disebabkan karena kesaktian yang dimiliki oleh kedua tokoh masyarakat itu.
Selanjutnya VOC memberikan dua pasang rotan, dua pasang bendera dan sebuah Alkitab, sebagai hadiah. Oleh “Dewan Adat” Oirata, rotan dan bendera tersebut ditetapkan sebagai symbol pemerintahan Desa Manheri (Oirata Timur) dan Mauhara (Oirata Barat). Sedangkan Alkitab dipendam (dikuburkan) di negeri lama Manheri.
Kedatangan kapal VOC itu disambut oleh dua orang tokoh masyarakat Oirata, yakni Horsair dan Mutasair. Konon, ketika Horsair dan Mutasair ini naik ke kapal VOC, kapal tersebut tiba-tiba saja menjadi miring dan nyaris tenggelam. Hal ini disebabkan karena kesaktian yang dimiliki oleh kedua tokoh masyarakat itu.
Selanjutnya VOC memberikan dua pasang rotan, dua pasang bendera dan sebuah Alkitab, sebagai hadiah. Oleh “Dewan Adat” Oirata, rotan dan bendera tersebut ditetapkan sebagai symbol pemerintahan Desa Manheri (Oirata Timur) dan Mauhara (Oirata Barat). Sedangkan Alkitab dipendam (dikuburkan) di negeri lama Manheri.
Penelusuran jejak kedatangan Alkitab di pulau Kisar menjadi
penting pada hari-hari belakangan ini, terutama bagi masyarakat Oirata di pulau
Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya. Hal ini disebabkan oleh kehadiran sebuah
Team Doa dari Jakarta pada pertengahan bulan September 2010, yang menyebar
informasi bahwa Alkitab yang dibawa ke pulau Kisar tersebut merupakan naskah
asli Alkitab.
Sempat terjadi polemik di Oirata, sebab team ini mendorong dilakukannya penggalian situs tempat penguburan Alkitab tersebut. Menurut mereka Alkitab itu harus diangkat, sebab gara-gara penguburan Alkitab di Kisar itulah maka dunia, terutama Indonesia, tidak diberkati oleh Tuhan. Upaya penggalian ini ditentang oleh sebagian masyarakat Oirata, terutama oleh keluarga-keluarga atau matarumah- matarumah yang memiliki hak dan kewajiban untuk memelihara warisan budaya leluhur Oirata yang tersimpan di negeri lama Manheri.
Sempat terjadi polemik di Oirata, sebab team ini mendorong dilakukannya penggalian situs tempat penguburan Alkitab tersebut. Menurut mereka Alkitab itu harus diangkat, sebab gara-gara penguburan Alkitab di Kisar itulah maka dunia, terutama Indonesia, tidak diberkati oleh Tuhan. Upaya penggalian ini ditentang oleh sebagian masyarakat Oirata, terutama oleh keluarga-keluarga atau matarumah- matarumah yang memiliki hak dan kewajiban untuk memelihara warisan budaya leluhur Oirata yang tersimpan di negeri lama Manheri.
Tulisan ini dimaksudkan untuk meluruskan pemahaman masyarakat
seputar Alkitab yang dikuburkan itu apakah benar naskah asli Alkitab. Bukan membahas
kebenaran cerita soal penguburan Alkitab itu sendiri.
MENGANAI NASKAH ASLI ALKITAB
Apa yang disebutkan sebagai naskah asli Alkitab sudah tidak ada
lagi, sebab sudah hilang atau rusak termakan usia. Ini sangatlah wajar, sebab
naskah-naskah tersebut berupa manuskrip-manuskrip (tulisan tangan manusia) di
atas lembaran-lembaran papyrus (lembaran-lembaran yang terbuat dari batang /
daun gelagah).
Naskah yang ada ialah salinan-salinan (populer dengan sebutan
naskah-naskah kuno), yang juga ditulis di atas lembar-lembar papyrus. Media
tulis yang paling modern adalah menggunakan perkamen (lembaran yang terbuat
dari kulit binatang). Salinan-salinan tersebut dikerjakan oleh para ahli kitab
secara turun temurun, selama berabad-abad (dalam kurun waktu ± 1400 tahun
lamanya). Kemudian naskah-naskah kuno itu disimpan rapi di berbagai tempat.
Naskah-naskah kuno itu kemudian dikumpulkan, disaring,
dibandingkan satu sama lain dan selanjutnya diredaksikan kembali. Proses ini
terus berlangsung selama berabad-abad. Dan pada akhirnya tersusunlah sebuah
daftar kitab-kitab yang dikanonkan, seperti yang kita miliki sekarang.
Proses penyalinan kembali, sampai dengan pengkanonan Perjanjian Lama (PL) dilakukan oleh para rabi Yahudi. Proses ini baru selesai pada akhir abad pertama Masehi dan ditetapkan dalam suatu sidang rabi Yahudi di Yamnia, tahun 90 M. Sedangkan proses yang sama untuk Perjanjian Baru (PB) dilakukan oleh para Bapa Gereja, dan telah selesai dengan ditetapkannya kanon PB dalam Consili (Sidang Sinode Raya) Gereja di Karthago, tahun 397 M, dan diteguhkan lagi di Konsili di Hippo, tahun 419 M.
Di bagaian lain, naskah-naskah kuno tersebut disimpan rapi oleh kelompok-kelompok keagamaan (baik agama Yahudi maupun Kristen), yang tersebar di berbagai tempat seperti di Palestina, di Mesir di Roma dan Byzantium. Ketika Bizantium jatuh ke tangan Otoman Turki (tahun 1453), naskah-naskah yang tersimpan di sana dilarikan ke barat (Roma) oleh para biarawan untuk keperluan ilmu pengetahuan.
Di kemudian hari naskah-naskah tersebut ditemukan kembali dan digali dari tempat-tempat penyimpanannya guna keperluan arkheologi (ilmu kepurbakalaan). Yang paling besar dan yang paling akhir dari sejarah penemuan naskah kuno Alkitab adalah penggalian di Qumran, di dekat Laut Mati, pada tahun 1947.
Hingga sekarang naskah-naskah kuno tersebut (sebagai besar didalam keadaan yang sudah rusak karena termakan usia) tersimpan rapi di beberapa museum di beberapa kota seperti Yerusalem, Vatikan, Alexandri (Mesir) dan sebagainya.
Proses penyalinan kembali, sampai dengan pengkanonan Perjanjian Lama (PL) dilakukan oleh para rabi Yahudi. Proses ini baru selesai pada akhir abad pertama Masehi dan ditetapkan dalam suatu sidang rabi Yahudi di Yamnia, tahun 90 M. Sedangkan proses yang sama untuk Perjanjian Baru (PB) dilakukan oleh para Bapa Gereja, dan telah selesai dengan ditetapkannya kanon PB dalam Consili (Sidang Sinode Raya) Gereja di Karthago, tahun 397 M, dan diteguhkan lagi di Konsili di Hippo, tahun 419 M.
Di bagaian lain, naskah-naskah kuno tersebut disimpan rapi oleh kelompok-kelompok keagamaan (baik agama Yahudi maupun Kristen), yang tersebar di berbagai tempat seperti di Palestina, di Mesir di Roma dan Byzantium. Ketika Bizantium jatuh ke tangan Otoman Turki (tahun 1453), naskah-naskah yang tersimpan di sana dilarikan ke barat (Roma) oleh para biarawan untuk keperluan ilmu pengetahuan.
Di kemudian hari naskah-naskah tersebut ditemukan kembali dan digali dari tempat-tempat penyimpanannya guna keperluan arkheologi (ilmu kepurbakalaan). Yang paling besar dan yang paling akhir dari sejarah penemuan naskah kuno Alkitab adalah penggalian di Qumran, di dekat Laut Mati, pada tahun 1947.
Hingga sekarang naskah-naskah kuno tersebut (sebagai besar didalam keadaan yang sudah rusak karena termakan usia) tersimpan rapi di beberapa museum di beberapa kota seperti Yerusalem, Vatikan, Alexandri (Mesir) dan sebagainya.
ARTI SEBUAH NASKAH KUNO
Paulus berkata bahwa tulisan (hukum yang tertulis) itu mematikan,
tetapi Roh yang menghidupkan (2-Kor.3:6). Ayat ini mengajarkan kebenaran bahwa
orang Kristen tidak boleh mengkultuskan tulisan-tulisan atau naskah-naskah yang
dianggap “suci”.
Tulisan-tulisan (naskah-naskah kuno) itu memang berguna, seperti
dikatakan oleh Paulus sendiri di dalam 2-Timotius 3:16-17. Tetapi yang dimaksud
“berguna’ oleh Paulus itu bukanlah tulisannya secara harafiah atau kitabnya
secara fisik, melainkan isi atau makna yang terkandung di dalam tulisan itu,
yang disebut : “yang diilhamkan Allah (theopneustos)”. Lagi pula, menurut
doktrin dan keyakinan gereja, fungsi theopneustos yang melekat pada
naskah-naskah kuno tersebut telah “diturunalihkan” kepada kanon setelah
ditetapkannya daftar kanon. Dengan begitu sebenarnya (dapat dikatakan bahwa),
secara magis-religius, ditilik dari aspek kewiwabaannya, naskah-naskah kuno itu
memiliki nilai yang sama dengan kanon Alkitab yang kita miliki.
Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa Allah tidak berkepentingan dengan sebuah naskah tulisan tangan manusia, kendatipun naskah itu ditulis di atas lempengan emas. Lihatlah sebagai contoh; Dalam kitab Keluaran 32 diceritakan bahwa, karena marah melihat umat Israel menyembah patung lembu emas, Musa membanting ke tanah hingga pecah dua log batu yang berisi naskah tulisan tangan Allah sendiri (lih. Ay.15-19), tetapi Allah tidak murka karena hal itu. Malah Ia menyuruh Musa untuk memahat dua log batu yang baru, naik kembali ke gunung Sinai, lalu mendikte Musa untuk menulis kembali kesepuluf Firman itu (lih. Kel. 34:1-35).
Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa Allah tidak berkepentingan dengan sebuah naskah tulisan tangan manusia, kendatipun naskah itu ditulis di atas lempengan emas. Lihatlah sebagai contoh; Dalam kitab Keluaran 32 diceritakan bahwa, karena marah melihat umat Israel menyembah patung lembu emas, Musa membanting ke tanah hingga pecah dua log batu yang berisi naskah tulisan tangan Allah sendiri (lih. Ay.15-19), tetapi Allah tidak murka karena hal itu. Malah Ia menyuruh Musa untuk memahat dua log batu yang baru, naik kembali ke gunung Sinai, lalu mendikte Musa untuk menulis kembali kesepuluf Firman itu (lih. Kel. 34:1-35).
Bagi Tuhan, yang penting bukanlah naskah atau kitabnya. Tetapi
apakah Firman-Nya itu ditaruh di dalam hati, direnungkan siang dan malam,
ditaati dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (Mazm. 119:11; 1:1-3).
Sejauh ini, manfaat dari naskah-naskah kuno tersebut lebih berhubungan dengan kepentingan arkheologi (ilmu kepurbakalaan) Alkitab. Ia diperlukan sebagai referensi (bahan pembanding) yang penting dalam memahami kebenaran Alkitab. Tetapi ia lebih dibutuhkan di dunia pendidikan teologi, dan tidak terlalu dibutuhkan oleh kaum awam. Ia berguna bagi konsumsi pengetahuan teologi, tetapi tidak terlalu penting bagi pembangunan iman dan pembentukan karakter Kristen.
Sejauh ini, manfaat dari naskah-naskah kuno tersebut lebih berhubungan dengan kepentingan arkheologi (ilmu kepurbakalaan) Alkitab. Ia diperlukan sebagai referensi (bahan pembanding) yang penting dalam memahami kebenaran Alkitab. Tetapi ia lebih dibutuhkan di dunia pendidikan teologi, dan tidak terlalu dibutuhkan oleh kaum awam. Ia berguna bagi konsumsi pengetahuan teologi, tetapi tidak terlalu penting bagi pembangunan iman dan pembentukan karakter Kristen.
KAPAN ALKITAB DATANG DI KISAR?
Mengikuti alur cerita rakyat Oirata tersebut di atas, dapat dipastikan
bahwa waktu kedatangan Alkitab di pulau Kisar adalah bersamaan dengan waktu
kedatangan orang Belanda (VOC). Jejak kedatangan VOC di pulau Kisar, khususnya
perihal pendaratan mereka di pantai Kiasar, bisa ditelusuri melalui prasasti
peninggalan VOC yang tertera di dinding batu karang di pantai itu.
Seperti kita ketahui bahwa VOC (Verenigde Oost-Indische
Compagnie), adalah maskapai perdagangan Belanda yang menguasai Indonesia sejak
awal abad ke-17. Kapan tepatnya waktu kedatangan VOC di pulau Kisar, harus
ditelusuri dari dua kemungkinan. (1) dari aktivitas VOC di Wilayah Maluku, dan
(2) dari aktivitas VOC di Wilayah Timor (NTT sekarang). Di antara kedua
kemungkinan tersebut, yang paling mendekati kebenaran adalah kemungkinan yang
kedua. Sebab di zaman Belanda, pulau Kisar dan Wilayah ex Kecamatan Selatan
Daya termasuk dalam teritori Residen Timor.
Perihal pantai Kiasar sebagai tempat pendaratan pertama, menarik
pula untuk dijadikan titik-tolak penelusuran. Mungkin kapal VOC itu bertolak
dari Timor, tepatnya dari Wilayah Tomor Leste sekarang, dan secara khusus
melakukan ekspedisi ke pulau Kisar. Pantai Kiasar menjadi pilihan pendaratan
pertama, mungkin karena mereka berpatokan pada nyala api di malam hari dari
negeri lama Manheri dan Mauhara yang memang dapat terlihat jelas di wilayah
Koun (Timor Leste).
Kemudian, hubungannya dengan kedatangan Alkitab, tidak dapat
dilepaskan dari gerakan misi pekabaran Injil di dunia Barat pada abad ke-16.
Juga hubungannya dengan Sejarah Gereja Indonesia di zaman VOC.
Pasca reformasi tahun 1517, dikalangan Gereja Katolik Roma (GKR) muncul sebuah gerakan yang dikenal dengan sebutan Gerakan Kontra Reformasi. Gerakan ini melahirkan semangan pekabaran Injil yang luar biasa. Oleh dukungan penuh dari Pemerintah Spanyol dan Portogis, maka dalam abad itu juga seluruh wilayah jajahan Spanyol dan Portogis, terutama kawasan Amerika Latin dan Filipina, dikristenkan.
Misi ke Asia dikerjakan oleh Fransiscus Xaverius dan para misionari dari ordo Fransiscan di wilayah Tiongkok, Jepang dan sampai juga di Indonesia. Kegiatan para misionari Fransiscan di Indonesia dimulai pada tahun 1534, di wilayah Halmahera. Tahun ini dikenal sebagai tahun masuknya Injil pertama kali ke Indonesia. Fransiscus Xaverius sendiri baru mulai kegiatannya di Ambon pada tahun 1546.
Pasca reformasi tahun 1517, dikalangan Gereja Katolik Roma (GKR) muncul sebuah gerakan yang dikenal dengan sebutan Gerakan Kontra Reformasi. Gerakan ini melahirkan semangan pekabaran Injil yang luar biasa. Oleh dukungan penuh dari Pemerintah Spanyol dan Portogis, maka dalam abad itu juga seluruh wilayah jajahan Spanyol dan Portogis, terutama kawasan Amerika Latin dan Filipina, dikristenkan.
Misi ke Asia dikerjakan oleh Fransiscus Xaverius dan para misionari dari ordo Fransiscan di wilayah Tiongkok, Jepang dan sampai juga di Indonesia. Kegiatan para misionari Fransiscan di Indonesia dimulai pada tahun 1534, di wilayah Halmahera. Tahun ini dikenal sebagai tahun masuknya Injil pertama kali ke Indonesia. Fransiscus Xaverius sendiri baru mulai kegiatannya di Ambon pada tahun 1546.
Di kalangan Reformasi (Protestan) pun semangat pekabaran Injil
mulai bangkit. Didorong oleh adanya gerakan-gerakan baru yang muncul di Eropa
Barat seperti pencerahan dan revival (kebangunan rohani), maka Badan-badan Misi
(Bld : Zending-zending) mulai bermunculan. Kemudian Zending-zending ini
melakukan usaha pekabaran Injil ke seluruh dunia. Zending-zending Belanda
melakukan kegiatan pekabaran Injil di wilayah-wilayah jajahan Belanda, terutama
di Indonesia pada awal abad ke-17.
Pada tahun 1609 mulai dilakukan penempatan (pengutusan) pendeta-pendeta sebagai pegawai VOC. Juga dilakukan penggembalaan (pelatihan) bagi anak-anak kapal VOC untuk juga melakukan pelayanan kerohanian terhadap pegawai-pegawai VOC. Kemungkinan di masa inilah terjadi semangat misi pekabaran Injil, yang juga sampai di pulau Kisar.
Pada tahun 1609 mulai dilakukan penempatan (pengutusan) pendeta-pendeta sebagai pegawai VOC. Juga dilakukan penggembalaan (pelatihan) bagi anak-anak kapal VOC untuk juga melakukan pelayanan kerohanian terhadap pegawai-pegawai VOC. Kemungkinan di masa inilah terjadi semangat misi pekabaran Injil, yang juga sampai di pulau Kisar.
Jika kita merunut benang merah antara kedatangan VOC di pulau
Kisar dengan aktivitas VOC di Timor, maka kita harus pula memperhatikan tahun
pekabaran Injil di wilayah tersebut. Wilayah Timor baru terbuka bagi Injil pada
akhir abad ke-17, ketika seorang raja meminta sendiri untuk dibaptiskan (±
tahun 1670).
Dari uraian data-data tersebut di atas, bisa diduga bahwa kedatangan kapal VOC di pulau Kisar, dengan membawa Alkitab, terjadi pada kurun waktu antara akhir abad ke-17 sampai awal abad ke-18.
Dari uraian data-data tersebut di atas, bisa diduga bahwa kedatangan kapal VOC di pulau Kisar, dengan membawa Alkitab, terjadi pada kurun waktu antara akhir abad ke-17 sampai awal abad ke-18.
KESIMPULAN
Menyatakan bahwa Alkitab yang dibawa ke Kisar oleh orang Belanda (VOC) tersebut adalah salah satu naskah kuno, merupakan pernyataan yang mengada-ada, yang tidak didukung oleh data dan fakta yang cukup untuk dipertanggungjawabkan.
Logikanya akan sedikit tersambung seandainya Alkitab yang dikubur
di negeri lama Manheri itu dibawa oleh (bersamaan dengan datangnya) keluarga
Darmasa dan Tehe-teher, yang konon adalah keturunan Israel. Dari cerita-cerita
yang berkembang mengenai asal-usul dan sikap kepercayaan yang mereka tunjukan,
bisa diduga bahwa mereka adalah keturunan orang-orang Yahudi yang keluar dari
Palestina pada waktu huru-hara tahun 70 M (zaman Titus) atau tahun 135 M (zaman
Hardianus). Jadi baru masuk akal apabila Alkitab yang dikubur di Manheri itu
disebut naskah kuno, jika keluarga Darmasa dan Tehe- teher yang membawa Alkitab
tersebut ke Oirata. Sebab mereka lebih mungkin memiliki naskah kuno
dibandingkan orang Belanda.
Bagi penulis, tindakan team dari Jakarta itu terkesan “memperlakukan” Alkitab yang terkubur di negeri lama Manheri sebagai sebuah “benda pusaka” yang bernilai sacral atau magis-religius, sampai-sampai di tempat yang diduga menjadi situs penyimpanan Alkitab itu orang harus menanggalkan kasut sebab katanya tempat itu kudus. Penulis beranggapan bahwa tindakan tersebut sangat berlebihan dan menyesatkan masyarakat (umat).
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk meluruskan salah pengertian yang ada. Tuhan Yesus memberkati.
Bagi penulis, tindakan team dari Jakarta itu terkesan “memperlakukan” Alkitab yang terkubur di negeri lama Manheri sebagai sebuah “benda pusaka” yang bernilai sacral atau magis-religius, sampai-sampai di tempat yang diduga menjadi situs penyimpanan Alkitab itu orang harus menanggalkan kasut sebab katanya tempat itu kudus. Penulis beranggapan bahwa tindakan tersebut sangat berlebihan dan menyesatkan masyarakat (umat).
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk meluruskan salah pengertian yang ada. Tuhan Yesus memberkati.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
Jilid I, A-L, Yayasan Komunikasi Bina Kasih
/ OMF, Jakarta, 1997.
2. Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini
Jilid II, M-Z, Yayasan Komunikasi Bina
Kasih / OMF, Jakarta, 1997.
3. Berkhof,
H., & Enklaar, I.H
Sejarah Gereja, BPK – Gunung Mulia, Jakarta,
2001.
4. Hill,
Andrew E., & Walton, John H.,
Survey Perjanjian Lama, Yayasan Penerbit
Gandum Mas, Malang, 1998.
5. Tenney,
Merrill C
Survey Perjanjian Baru, Yayasan Penerbit
Gandum Mas, Malamh, 2001.
6. Van
Den End, Th
Harta Dalam Bejana, Sejarah Gereja Ringkas,
BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1991.
7. Wahono,
S. Wismoady
Di Sini Kutemukan Petunjuk Mempelajari&Mengajarkan
Alkitab BPK Gunung Mulia Jakarta 1990