Ahad, 5 April 2015

MENELUSURI JEJAK KEDATANGAN ALKITAB DI PULAU KISAR



MENELUSURI JEJAK KEDATANGAN ALKITAB
DI PULAU KISAR


P e n u l i s       : Pdt. Musa Haisoo, STh. (Gembala Sidang GBI Tulungagung)
E d i t o r         : Seigrits A. N. Ratusehaka,S.Sos ([1]Wartawan Koran Bogor Com)

PENDAHULUAN
Jejak kedatangan Alkitab di pulau Kisar tidak dapat dilepaskan dari sebuah cerita rakyat (“legenda”) dari masyarakat Oirata. Konon, di zaman VOC, sebuah kapal VOC merapat di pantai Kiasar, dan itulah kedatangan pertama orang Belanda di pulau ini. Pantai Kiasar merupakan bagian dari wilayah petuanan Desa Oirata, sebuah pantai kecil yang terletak di pesisir selatan pulau Kisar. Menurut cerita, nama “Kisar” untuk pulau ini berasal dari nama “Kiasar” tersebut. Penamaan ini dilakukan oleh orang Belanda. Sedangkan nama asli dari pulau ini adalah Yotowa (dalam bahasa Oirata) atau Yotowawa (dalam bahasa Meher).
Kedatangan kapal VOC itu disambut oleh dua orang tokoh masyarakat Oirata, yakni Horsair dan Mutasair. Konon, ketika Horsair dan Mutasair ini naik ke kapal VOC, kapal tersebut tiba-tiba saja menjadi miring dan nyaris tenggelam. Hal ini disebabkan karena kesaktian yang dimiliki oleh kedua tokoh masyarakat itu.
Selanjutnya VOC memberikan dua pasang rotan, dua pasang bendera dan sebuah Alkitab, sebagai hadiah. Oleh “Dewan Adat” Oirata, rotan dan bendera tersebut ditetapkan sebagai symbol pemerintahan Desa Manheri (Oirata Timur) dan Mauhara (Oirata Barat). Sedangkan Alkitab dipendam (dikuburkan) di negeri lama Manheri.
Penelusuran jejak kedatangan Alkitab di pulau Kisar menjadi penting pada hari-hari belakangan ini, terutama bagi masyarakat Oirata di pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya. Hal ini disebabkan oleh kehadiran sebuah Team Doa dari Jakarta pada pertengahan bulan September 2010, yang menyebar informasi bahwa Alkitab yang dibawa ke pulau Kisar tersebut merupakan naskah asli Alkitab.
Sempat terjadi polemik di Oirata, sebab team ini mendorong dilakukannya penggalian situs tempat penguburan Alkitab tersebut. Menurut mereka Alkitab itu harus diangkat, sebab gara-gara penguburan Alkitab di Kisar itulah maka dunia, terutama Indonesia, tidak diberkati oleh Tuhan. Upaya penggalian ini ditentang oleh sebagian masyarakat Oirata, terutama oleh keluarga-keluarga atau matarumah- matarumah yang memiliki hak dan kewajiban untuk memelihara warisan budaya leluhur Oirata yang tersimpan di negeri lama Manheri.
Tulisan ini dimaksudkan untuk meluruskan pemahaman masyarakat seputar Alkitab yang dikuburkan itu apakah benar naskah asli Alkitab. Bukan membahas kebenaran cerita soal penguburan Alkitab itu sendiri.

MENGANAI NASKAH ASLI ALKITAB
Apa yang disebutkan sebagai naskah asli Alkitab sudah tidak ada lagi, sebab sudah hilang atau rusak termakan usia. Ini sangatlah wajar, sebab naskah-naskah tersebut berupa manuskrip-manuskrip (tulisan tangan manusia) di atas lembaran-lembaran papyrus (lembaran-lembaran yang terbuat dari batang / daun gelagah).
Naskah yang ada ialah salinan-salinan (populer dengan sebutan naskah-naskah kuno), yang juga ditulis di atas lembar-lembar papyrus. Media tulis yang paling modern adalah menggunakan perkamen (lembaran yang terbuat dari kulit binatang). Salinan-salinan tersebut dikerjakan oleh para ahli kitab secara turun temurun, selama berabad-abad (dalam kurun waktu ± 1400 tahun lamanya). Kemudian naskah-naskah kuno itu disimpan rapi di berbagai tempat.
Naskah-naskah kuno itu kemudian dikumpulkan, disaring, dibandingkan satu sama lain dan selanjutnya diredaksikan kembali. Proses ini terus berlangsung selama berabad-abad. Dan pada akhirnya tersusunlah sebuah daftar kitab-kitab yang dikanonkan, seperti yang kita miliki sekarang.
Proses penyalinan kembali, sampai dengan pengkanonan Perjanjian Lama (PL) dilakukan oleh para rabi Yahudi. Proses ini baru selesai pada akhir abad pertama Masehi dan ditetapkan dalam suatu sidang rabi Yahudi di Yamnia, tahun 90 M. Sedangkan proses yang sama untuk Perjanjian Baru (PB) dilakukan oleh para Bapa Gereja, dan telah selesai dengan ditetapkannya kanon PB dalam Consili (Sidang Sinode Raya) Gereja di Karthago, tahun 397 M, dan diteguhkan lagi di Konsili di Hippo, tahun 419 M.
Di bagaian lain, naskah-naskah kuno tersebut disimpan rapi oleh kelompok-kelompok keagamaan (baik agama Yahudi maupun Kristen), yang tersebar di berbagai tempat seperti di Palestina, di Mesir di Roma dan Byzantium. Ketika Bizantium jatuh ke tangan Otoman Turki (tahun 1453), naskah-naskah yang tersimpan di sana dilarikan ke barat (Roma) oleh para biarawan untuk keperluan ilmu pengetahuan. 
Di kemudian hari naskah-naskah tersebut ditemukan kembali dan digali dari tempat-tempat penyimpanannya guna keperluan arkheologi (ilmu kepurbakalaan). Yang paling besar dan yang paling akhir dari sejarah penemuan naskah kuno Alkitab adalah penggalian di Qumran, di dekat Laut Mati, pada tahun 1947.
Hingga sekarang naskah-naskah kuno tersebut (sebagai besar didalam keadaan yang sudah rusak karena termakan usia) tersimpan rapi di beberapa museum di beberapa kota seperti Yerusalem, Vatikan, Alexandri (Mesir) dan sebagainya.

ARTI SEBUAH NASKAH KUNO
Paulus berkata bahwa tulisan (hukum yang tertulis) itu mematikan, tetapi Roh yang menghidupkan (2-Kor.3:6). Ayat ini mengajarkan kebenaran bahwa orang Kristen tidak boleh mengkultuskan tulisan-tulisan atau naskah-naskah yang dianggap “suci”.
Tulisan-tulisan (naskah-naskah kuno) itu memang berguna, seperti dikatakan oleh Paulus sendiri di dalam 2-Timotius 3:16-17. Tetapi yang dimaksud “berguna’ oleh Paulus itu bukanlah tulisannya secara harafiah atau kitabnya secara fisik, melainkan isi atau makna yang terkandung di dalam tulisan itu, yang disebut : “yang diilhamkan Allah (theopneustos)”. Lagi pula, menurut doktrin dan keyakinan gereja, fungsi theopneustos yang melekat pada naskah-naskah kuno tersebut telah “diturunalihkan” kepada kanon setelah ditetapkannya daftar kanon. Dengan begitu sebenarnya (dapat dikatakan bahwa), secara magis-religius, ditilik dari aspek kewiwabaannya, naskah-naskah kuno itu memiliki nilai yang sama dengan kanon Alkitab yang kita miliki.
Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa Allah tidak berkepentingan dengan sebuah naskah tulisan tangan manusia, kendatipun naskah itu ditulis di atas lempengan emas. Lihatlah sebagai contoh; Dalam kitab Keluaran 32 diceritakan bahwa, karena marah melihat umat Israel menyembah patung lembu emas, Musa membanting ke tanah hingga pecah dua log batu yang berisi naskah tulisan tangan Allah sendiri (lih. Ay.15-19), tetapi Allah tidak murka karena hal itu. Malah Ia menyuruh Musa untuk memahat dua log batu yang baru, naik kembali ke gunung Sinai, lalu mendikte Musa untuk menulis kembali kesepuluf Firman itu (lih. Kel. 34:1-35).
Bagi Tuhan, yang penting bukanlah naskah atau kitabnya. Tetapi apakah Firman-Nya itu ditaruh di dalam hati, direnungkan siang dan malam, ditaati dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (Mazm. 119:11; 1:1-3).
Sejauh ini, manfaat dari naskah-naskah kuno tersebut lebih berhubungan dengan kepentingan arkheologi (ilmu kepurbakalaan) Alkitab. Ia diperlukan sebagai referensi (bahan pembanding) yang penting dalam memahami kebenaran Alkitab. Tetapi ia lebih dibutuhkan di dunia pendidikan teologi, dan tidak terlalu dibutuhkan oleh kaum awam. Ia berguna bagi konsumsi pengetahuan teologi, tetapi tidak terlalu penting bagi pembangunan iman dan pembentukan karakter Kristen.

KAPAN ALKITAB DATANG DI KISAR?
Mengikuti alur cerita rakyat Oirata tersebut di atas, dapat dipastikan bahwa waktu kedatangan Alkitab di pulau Kisar adalah bersamaan dengan waktu kedatangan orang Belanda (VOC). Jejak kedatangan VOC di pulau Kisar, khususnya perihal pendaratan mereka di pantai Kiasar, bisa ditelusuri melalui prasasti peninggalan VOC yang tertera di dinding batu karang di pantai itu.
Seperti kita ketahui bahwa VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie), adalah maskapai perdagangan Belanda yang menguasai Indonesia sejak awal abad ke-17. Kapan tepatnya waktu kedatangan VOC di pulau Kisar, harus ditelusuri dari dua kemungkinan. (1) dari aktivitas VOC di Wilayah Maluku, dan (2) dari aktivitas VOC di Wilayah Timor (NTT sekarang). Di antara kedua kemungkinan tersebut, yang paling mendekati kebenaran adalah kemungkinan yang kedua. Sebab di zaman Belanda, pulau Kisar dan Wilayah ex Kecamatan Selatan Daya termasuk dalam teritori Residen Timor.
Perihal pantai Kiasar sebagai tempat pendaratan pertama, menarik pula untuk dijadikan titik-tolak penelusuran. Mungkin kapal VOC itu bertolak dari Timor, tepatnya dari Wilayah Tomor Leste sekarang, dan secara khusus melakukan ekspedisi ke pulau Kisar. Pantai Kiasar menjadi pilihan pendaratan pertama, mungkin karena mereka berpatokan pada nyala api di malam hari dari negeri lama Manheri dan Mauhara yang memang dapat terlihat jelas di wilayah Koun (Timor Leste).
Kemudian, hubungannya dengan kedatangan Alkitab, tidak dapat dilepaskan dari gerakan misi pekabaran Injil di dunia Barat pada abad ke-16. Juga hubungannya dengan Sejarah Gereja Indonesia di zaman VOC.
Pasca reformasi tahun 1517, dikalangan Gereja Katolik Roma (GKR) muncul sebuah gerakan yang dikenal dengan sebutan Gerakan Kontra Reformasi. Gerakan ini melahirkan semangan pekabaran Injil yang luar biasa. Oleh dukungan penuh dari Pemerintah Spanyol dan Portogis, maka dalam abad itu juga seluruh wilayah jajahan Spanyol dan Portogis, terutama kawasan Amerika Latin dan Filipina, dikristenkan.
Misi ke Asia dikerjakan oleh Fransiscus Xaverius dan para misionari dari ordo Fransiscan di wilayah Tiongkok, Jepang dan sampai juga di Indonesia. Kegiatan para misionari Fransiscan di Indonesia dimulai pada tahun 1534, di wilayah Halmahera. Tahun ini dikenal sebagai tahun masuknya Injil pertama kali ke Indonesia. Fransiscus Xaverius sendiri baru mulai kegiatannya di Ambon pada tahun 1546.
Di kalangan Reformasi (Protestan) pun semangat pekabaran Injil mulai bangkit. Didorong oleh adanya gerakan-gerakan baru yang muncul di Eropa Barat seperti pencerahan dan revival (kebangunan rohani), maka Badan-badan Misi (Bld : Zending-zending) mulai bermunculan. Kemudian Zending-zending ini melakukan usaha pekabaran Injil ke seluruh dunia. Zending-zending Belanda melakukan kegiatan pekabaran Injil di wilayah-wilayah jajahan Belanda, terutama di Indonesia pada awal abad ke-17.
Pada tahun 1609 mulai dilakukan penempatan (pengutusan) pendeta-pendeta sebagai pegawai VOC. Juga dilakukan penggembalaan (pelatihan) bagi anak-anak kapal VOC untuk juga melakukan pelayanan kerohanian terhadap pegawai-pegawai VOC. Kemungkinan di masa inilah terjadi semangat misi pekabaran Injil, yang juga sampai di pulau Kisar.
Jika kita merunut benang merah antara kedatangan VOC di pulau Kisar dengan aktivitas VOC di Timor, maka kita harus pula memperhatikan tahun pekabaran Injil di wilayah tersebut. Wilayah Timor baru terbuka bagi Injil pada akhir abad ke-17, ketika seorang raja meminta sendiri untuk dibaptiskan (± tahun 1670).
Dari uraian data-data tersebut di atas, bisa diduga bahwa kedatangan kapal VOC di pulau Kisar, dengan membawa Alkitab, terjadi pada kurun waktu antara akhir abad ke-17 sampai awal abad ke-18.

KESIMPULAN

Menyatakan bahwa Alkitab yang dibawa ke Kisar oleh orang Belanda (VOC) tersebut adalah salah satu naskah kuno, merupakan pernyataan yang mengada-ada, yang tidak didukung oleh data dan fakta yang cukup untuk dipertanggungjawabkan.
Logikanya akan sedikit tersambung seandainya Alkitab yang dikubur di negeri lama Manheri itu dibawa oleh (bersamaan dengan datangnya) keluarga Darmasa dan Tehe-teher, yang konon adalah keturunan Israel. Dari cerita-cerita yang berkembang mengenai asal-usul dan sikap kepercayaan yang mereka tunjukan, bisa diduga bahwa mereka adalah keturunan orang-orang Yahudi yang keluar dari Palestina pada waktu huru-hara tahun 70 M (zaman Titus) atau tahun 135 M (zaman Hardianus). Jadi baru masuk akal apabila Alkitab yang dikubur di Manheri itu disebut naskah kuno, jika keluarga Darmasa dan Tehe- teher yang membawa Alkitab tersebut ke Oirata. Sebab mereka lebih mungkin memiliki naskah kuno dibandingkan orang Belanda.
Bagi penulis, tindakan team dari Jakarta itu terkesan “memperlakukan” Alkitab yang terkubur di negeri lama Manheri sebagai sebuah “benda pusaka” yang bernilai sacral atau magis-religius, sampai-sampai di tempat yang diduga menjadi situs penyimpanan Alkitab itu orang harus menanggalkan kasut sebab katanya tempat itu kudus. Penulis beranggapan bahwa tindakan tersebut sangat berlebihan dan menyesatkan masyarakat (umat).
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk meluruskan salah pengertian yang ada. Tuhan Yesus memberkati.























DAFTAR PUSTAKA

1. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
    Jilid I, A-L, Yayasan Komunikasi Bina Kasih / OMF, Jakarta, 1997.
2. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini
    Jilid II, M-Z, Yayasan Komunikasi Bina Kasih / OMF, Jakarta, 1997.
3. Berkhof, H., & Enklaar, I.H
   Sejarah Gereja, BPK – Gunung Mulia, Jakarta, 2001.
4. Hill, Andrew E., & Walton, John H.,
    Survey Perjanjian Lama, Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang, 1998.
5. Tenney, Merrill C
    Survey Perjanjian Baru, Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malamh, 2001.
6. Van Den End, Th
    Harta Dalam Bejana, Sejarah Gereja Ringkas, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1991.
7. Wahono, S. Wismoady
    Di Sini Kutemukan Petunjuk Mempelajari&Mengajarkan Alkitab BPK Gunung Mulia Jakarta  1990